SuaraJatim.id - Gugatan yang diajukan Ecological Observation And Wetlands Conservation (ECOTON) menyoal kematian massal akibat limbah di sungai telah dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dari data Ecoton menyebut ada sekitar tujuh pabrik kertas yang memiliki karakter limbah dengan berbagai jenis di Jatim. Kebanyakan limbah berupa air hitam berbau busuk, berbusa dan terdapat serpihan plastik dalam airnya.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan industri kertas yang ada di DAS Brantas umumnya menggunakan bahan baku used paper alias kertas bekas yang diimpor dari Amerika Serikat, Eropa dan Australia. Sehingga dalam proses produksinya, mereka menggunakan proses de-inking atau penghilangan tinta.
“Dalam proses itu digunakan asam-asam pelarut dan menghasilkan sludge atau leachet yang berkonsentrasi logam berat tinggi atau bisa dikategorikan limbah B3. Meraka juga membuang serpihan-serpihan plastik yang berpotensi menjadi mikroplastik ke dalam perairan,” ujar Prigi kepada Kontributor Suara.com pada Jumat (20/12/2019)
Prigi mengatakan sumber pencemaran di Kali Brantas sebanyak 86 persen berasal dari industri dan 98 komposisi limbah cair industrinya berasal dari kertas dan penyedap masakan. Ia menyebut di DAS Brantas ada tiga industri penyedap masakan yang membuat ikan mati massal.
Pada musim kemarau, debit air di Sungai Brantas mengecil hingga 20 meter kubik per detik, sementara ketika musim hujan mencapai 80-120 meter kubik per detik. Penurunan debit itu kata Prigi, menyebabkan seringnya terjadi ikan mati massal.
“Itu disebabkan adanya tambahan limbah cair dari pabrik gula yang beroperasi di DAS Brantas dari Malang-Mojokerto, langganan pembuat ikan mati di Kali Brantas adalah PG Gempol Kreb yang ada di Gedeg kabupaten Mojokerto dan satu lagi yang pernah menggemparkan Brantas yang menyebabkan klenger-nya ikan dari Kediri hingga Surabaya, yaitu PG Ngadirejo,” jelasnya.
Ia menilai, jika pemerintahan saat itu yang masih dipimpin oleh Soekarwo sebagai Gubernur Jatim memberikan toleransi kecerobohan industri yang membuat ikan mati selalu berulang tanpa solusi. Bahkan di Brantas, kata Prigi, tak ada tim tanggap darurat ikan mati.
“Jadi tidak ada SOP ikan mati, tidak ada upaya pemulihan ekologis pasca ikan mati dan tidak ada yang diberi sanksi sehingga industri merasa diberi kelonggaran untuk melakukan Pembunuhan massal ikan di Kali Brantas,” katanya.
Catatan peristiwa ikan mati massal di Sungai Brantas disebut Prigi sudah terjadi sejak 2012 hingga 2018. Pada tahun 2012, Gubernur Jatim meresponnya dengan mengirimkan tim investigasi untuk mengambil sampel air di beberapa industri.
"Sumber pencemaran limbah di enam tahun itu dari Kali Surabaya, Kali Mas, Kali Porong. Ada juga temuan buangan limbah industri tekstil yang membuang limbah tanpa diolah," katanya.
Prigi menambahkan, berbagai surat protes kepada Gubernur Jatim hingga permintaan untuk menemukan pelaku sudah dilakukan. Bahkan, juga meminta untuk melakukan pembayaran untuk pemulihan lingkungan bagi industri-industri yang terbukti melakukan pencemaran.
"Bertahun-tahun kami melakukan investigasi dengan pihak-pihak terkait, hingga mediasi. Namun masih banyak temuan di lapangan tentang ikan mati massal," ujarnya.
Akhirnya di tahun 2017, Ecoton melakukan gugatan atas kelalaian KLHK dan PUPR. Pun Gubernur Jatim ikut masuk dalam gugatan tersebut. Hingga di tahun 2019 gugatan Ecoton telah dikabulkan oleh PN Surabaya.
"kalah" - Google Berita
December 20, 2019 at 04:03PM
https://ift.tt/2Mbv9zh
Pemprov Jatim Kalah Gugatan, Ecoton: Ikan Mati Massal Terjadi Sejak 2012 - Suara.com
"kalah" - Google Berita
https://ift.tt/2HDpIXQ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemprov Jatim Kalah Gugatan, Ecoton: Ikan Mati Massal Terjadi Sejak 2012 - Suara.com"
Post a Comment