Search

Kita Semua Sudah Kalah - detikNews

Jakarta -

Kabar terbaru, seorang pasien di sebuah klinik di Semarang menampar perawat yang memperingatkannya untuk mengenakan masker. Kita semua sudah kalah. Tak seorang pun yang tak terpapar dan merasakan dampaknya. Virus ini, menginfeksi kita atau tidak, telah membuat sebagian dari kita kehilangan akal, dan melakukan hal-hal konyol yang memilukan.

Ya, kita mulai menyaksikan hal-hal konyol di sekitar kita. Dari tempat-tempat yang dekat hingga jauh entah di mana. Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan seorang perempuan pulang dari belanja, menyerahkan tas belanjaan kepada orang yang ada di rumah dengan tongkat, agar tangan tidak saling bersentuhan. Sesaat kemudian, perempuan yang pulang belanja tadi membalikkan badan, merentangkan tangan, dan beberapa lelaki dari belakang mengguyurkan berember-ember air sabun ke tubuhnya, berkali-kali, hingga merata.

Kita mungkin saja geli, bisa jadi tertawa terbahak-bahak, seperti juga ketika melihat video lain yang memperlihatkan seorang perempuan di sebuah tempat perbelanjaan, mengenakan "topeng" yang terbuat dari plastik botol air mineral. "Biar ludahnya nggak nyemprot-nyemprot," kata perempuan separuh baya itu ketika ditanya oleh orang yang merekam penampakan itu dengan tangkapan layar HP.

Ya, kita mungkin saja geli, boleh jadi tertawa, tapi diam-diam sebenarnya ada yang menyelusup dalam jiwa kita, mengalir ke sekujur tubuh kita, terbawa oleh aliran darah ke otak kita, sebuah informasi yang mengatakan bahwa ketakutan, kecemasan, perasaan was was tengah menghantui kehidupan di luar sana. Dan, kita pun mendadak menghentikan tawa kita ketika sesaat kemudian menyadari bahwa ketakutan itu, kecemasan itu, perasaan was was itu juga telah menghantui diri kita sendiri.

Kita semua sudah kalah. Kehidupan perlahan-lahan berubah. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus menyesuaikan diri. Bus Transjakarta yang awalnya langsung menerapkan aturan transaksi non-tunai bagi penumpang yang akan melakukan top up kartu, belakangan menutup sama sekali loketnya, dan --untuk sementara-- tidak melayani pengisian kartu pembayaran. Dan, tak seorang pun tahu, sampai kapan "untuk sementara" itu.

Belakangan lagi, aturan terus bertambah: penumpang tanpa masker dilarang masuk ke halte, yang itu artinya dilarang menggunakan jasa transportasi umum itu. Di dalam armada bus, kursi-kursi ditandai dengan silang merah besar-besar untuk mengatur jarak antarpenumpang. Di kursi-kursi dengan tanda silang merah itu, penumpang dilarang mendudukinya. Semua penumpang tampak memakai masker, mentaati aturan untuk physical distancing, dengan wajah yang menyiratkan kemuraman.

Sementara di luar jendela kaca, kota tak kalah muram --sunyi dan lengang. Seorang perempuan berjilbab penjaja kopi keliling dengan sepeda melintas pelan di trotoar depan sebuah museum yang tutup. Seekor kucing meringkuk di bawah pohon dengan tatapan kosong, seolah-olah bertanya, ke manakah orang-orang? Ke mana orang-orang yang biasa sibuk berlalu lalang, dan di antara mereka, kalau dirinya sedang beruntung, ada yang memberinya makan?

Seperti halnya beberapa orang yang duduk saling berjauhan di dalam bus, benak si kucing itu terus bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan kehidupan ini? Sementara si kucing menggaruk-nggaruk lehernya dengan kaki belakangnya, orang-orang di dalam bus makin tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri. Sambil sesekali melihat ke sekeliling, mereka membatin, tengah mengalami zaman apakah kita ini --duduk berdekatan dengan orang lain mendadak menjadi sesuatu yang menakutkan, dan dengan demikian harus dihindari.

Ya, dan masih banyak hal lain lagi yang harus dihindari sekarang. Bahkan sekadar bertemu atau berinteraksi dengan orang lain pun punya aturan baru sekarang. Sebuah situs belanja online membuat peringatan: mengingat kondisi saat ini, kami merekomendasikan untuk mengurangi interaksi langsung dengan pengiriman tanpa kontak - pelajari lebih lanjut.

Dan, inilah aturannya: bila Anda memilih pembayaran di tempat, persiapkan uang tunai sesuai jumlah tagihan pesanan Anda, sehingga kurir tidak harus mengembalikan selisih jumlah uang. Anda bisa meletakkan uang tunai dalam amplop dan menaruh di tempat yang disepakati bersama dengan kurir. Anda dapat memberitahukan kurir di mana dia harus meletakkan paket dan kurir akan mundur untuk menjaga jarak aman ketika Anda mengambil paket.

Alangkah rumitnya hidup kita sekarang, dan apa yang disarankan oleh situs belanja online itu mengungkapkan hampir segalanya tentang perubahan yang harus kita telan, kita jalani, kita terima sebagai kebiasaan baru untuk hari-hari ke depan, bahkan bukan tidak mungkin untuk selamanya.

Seorang dokter muda membuat dan mengedarkan video tutorial apa yang harus kita lakukan setelah sampai di rumah sekembali dari bepergian. Jangan langsung masuk rumah, lepas sepatu di luar dan semprot dengan disinfektan. demikian pula dengan berbagai barang bawaan kita termasuk HP dan laptop. Dan, kalau kita pulang dari berbelanja, langsung buang plastik, bungkus, hingga struk belanjaan.

Dan, itu semua belum cukup. Apakah Anda ingin tahu selanjutnya? Anda sudah tahu. Ya, jangan langsung tiduran di kasur, atau memeluk anak dan menyentuh anggota keluarga lainnya. Langsung ganti baju, mandi, dan....

Jadi, sekarang, bukan virus itu sendiri yang menjadi masalahnya. Pun bukan apakah kita terinfeksi atau tidak terinfeksi --bukan itu isunya. Kita telah melaksanakan apapun kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, sambil diam-diam mulai merasa yakin bahwa di antara kita barangkali saja sudah terinfeksi virus itu, hanya saja kita tidak tahu, dan tidak mengalami gejala, karena mungkin sistem pertahanan tubuh kita prima. Semua serba mungkin. Dan semua tidak ada bedanya.

Ya, kita semua sudah kalah. Kita menyerah. Kita masuk ke rumah-rumah, mengurung diri, dari awalnya 14 hari, namun kemudian terus memperpanjangnya, lagi dan lagi, sampai tidak tahu lagi, kapan akan mengakhiri masa isolasi diri ini. Semua sudah tidak ada bedanya lagi. Terinfeksi atau tidak terinfeksi, kita semua sudah terkena pengaruhnya, dan harus menyesuaikan diri dengan cara-cara menjalani kehidupan, dari awalnya dengan anggapan "ini situasi yang tidak normal" menjadi "inilah situasi normal baru itu".

Bangun tidur, kita merasa asing, karena rutinitas telah terhenti. Tak ada lagi keterburu-buruan untuk berangkat ke kantor. Kita perpanjang waktu rebahan di kasur, melihat-lihat dunia dan perkembangannya dari time line media sosial, memelototi angka-angka, berapa lagi yang terinfeksi, berapa lagi yang mati, dan telah menyebar sampai ke mana virus itu hari ini. Sampai lama kelamaan, seiring waktu yang berlalu beku, kita sudah tak mampu lagi membaca dan memaknai angka-angka itu.

Atau, seperti kata seorang teman, lama-kelamaan kita tak terlalu peduli lagi sama laporan angka-angka tiap sore. Kita mulai mikir besok makan apa. Kucing-kucing di jalanan bagaimana kondisinya. Keluarga di kampung apa kabarnya. Manusia tidak dibentuk untuk hidup dikurung dengan atau tanpa jeruji.

Tak lama lagi, kita akan menerima virus ini sebagai kondisi normal. Kita akan melanjutkan hidup dengan mulai melakukan aktivitas ekonomi, sekolah, dan keseharian lain, dengan jaga jarak saat di luar rumah, memakai masker, dan langsung pulang sehabis berkegiatan.

Tak ada lagi salaman, tak ada lagi cipika-cipiki, tak ada lagi berdiri berdekatan saat antre. Kita tidak bisa mengalahkan virus itu, kita mesti hidup bersamanya....

Mumu Aloha wartawan, penulis, editor

(mmu/mmu)

Let's block ads! (Why?)



"kalah" - Google Berita
April 12, 2020 at 02:32PM
https://ift.tt/2VkmPkN

Kita Semua Sudah Kalah - detikNews
"kalah" - Google Berita
https://ift.tt/2HDpIXQ

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kita Semua Sudah Kalah - detikNews"

Post a Comment

Powered by Blogger.