Search

Yang Kalah dalam Pertarungan Agraria - detikNews

Jakarta -
Judul Buku: Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria (Edisi Revisi); Penulis: Henry Bernstein; Penerjemah: Dian Yanuardy, Muntaza, Stephanus Aswar Herwinarto; Penerbit: Insist Press, 2019; Tebal : xxviii + 198Agraria, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah urusan pertanian atau tanah pertanian; dan, urusan pemilikan tanah. Isu ini bisa dibilang sedang marak terjadi. Di sisi lain, isu ini tidak memperoleh porsi pembahasan yang cukup. Dari sisi pemberitaan, masalah agraria benar-benar kurang menonjol. Sementara dalam pembahasan akademis, agraria adalah isu pelik, butuh pendekatan multidimensi untuk benar-benar memahaminya, dan itu bukan soal yang mudah.
Masalah agraria yang sering hadir di depan kita adalah konflik agraria. Untuk menyebut beberapa: Kendeng, Tumpang Pitu, Urut Sewu. Agraria, jika dilihat berdasarkan pengertian telah saya tulis di awal, tentunya bukan hanya tentang tanah untuk pertanian, tetapi secara luas, termasuk di dalamnya tambang, atau bahkan pembangunan infrastruktur. Tingkatannya juga bukan hanya konflik. Di tingkat makro ini berkaitan dengan masalah kebijakan. Seperti tuntutan diadakannya reforma agraria (land reform). Bahkan dalam demonstrasi yang baru-baru ini, masalah RUU Pertanahan menjadi isu penting. Dalam konflik, tentu ada lebih dari satu pihak. Kerap posisi pihak yang saling berhadapan itu timpang. Di sinilah yang menjadi masalahnya, bagaimana kajian agraria menempatkan dirinya? Dengan posisi tersebut, pendekatan apa yang harus digunakan?
Buku Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria adalah suatu pembahasan agraria yang meski berpihak pada petani namun tetap bersifat kritis. Pendekatan yang dipilih Henry Bernstein adalah ekonomi politik. Suatu pendekatan yang amat dipengaruhi oleh Karl Marx. Pengaruh Marx sudah terlihat jelas dari judul buku ini, dinamika kelas. Dalam Teori Kapitalisme Modern, Tom Bottomore menyatakan bahwa kelas menjadi suatu konsep penting dalam analisis Marxis mengenai masyarakat dan kapitalisme.

Dalam sebuah dunia kapitalistis, usaha memahami dinamika kelas harus selalu menjadi titik berangkat dan merupakan elemen sentral dalam analisis tersebut. Ekonomi politik agraria adalah "relasi sosial dan dinamika produksi dan reproduksi, properti dan kekuasaan dalam struktur kelas agraria dan proses-proses perubahannya secara historis maupun kontemporer."

Dalam kasus agraria, petani menjadi aktor yang paling sering muncul. Hanya saja kemunculan juga sering disertai dengan suatu reduksi terhadapnya. Padahal petani merupakan golongan yang amat kompleks. Kompleksitas ini bahkan membagi petani menjadi peasant, small farmer, small-scale farmer, ataupun family farmer.

Edisi revisi buku ini merupakan suatu upaya untuk menerjemahkan isi buku secara lebih baik karena kompleksitasnya yang tinggi. Kasus yang dialami oleh petani di berbagai tempat juga beragam sehingga menambah kompleksitas untuk memahami petani. Bernstein memberi banyak contoh kasus dari berbagai negara.

Secara garis besar, isu yang muncul adalah diferensiasi kelas dan gender di pedesaan; pembagian akses atas tanah; pembagian kerja dan hasil kerja, properti dan mata pencaharian, kemakmuran dan kemiskinan; warisan kolonial dan aktivitas pemerintah; jalur perkembangan agraria dan pasar internasional (teknologi, permodalan, dan komoditas pertanian); relasi kuasa dan ketimpangan, pertarungan dan kekerasan yang kerap digunakan untuk memelihara relasi tersebut, dari kekerasan "domestik" (gender) hingga kekerasan kelas yang terorganisir.

Pendekatan ekonomi politik Marx yang digunakan Bernstein untuk mengarahkan pada analisis atas jaringan kekuasaan kapitalisme. Sehingga langkah pertama yang dilakukan Bernstein adalah mengurai akar historis kapitalisme. Uraian mengenai akar historis kapitalisme menunjukkan bahwa agraria berperan besar di dalamnya. Fokus ekonomi politik adalah relasi-relasi sosial dalam produksi dan reproduksi.

Empat pertanyaan kunci dalam pendekatan ekonomi politik adalah siapa memiliki apa?; siapa melakukan apa?; siapa mendapatkan apa?; digunakan untuk apa hasil yang mereka dapatkan itu?

Terbentuknya kapitalisme mengharuskan adanya akumulasi. Begitu juga dengan komodifikasi tenaga kerja (labor). Dalam sejarahnya, salah satu faktor pembentuk kapitalisme adalah "jalur transisi agraria" yang oleh Bernstein dibagi menjadi Jalur Inggris, Jalur Prusia dan Amerika, dan Jalur Asia Timur. Semuanya memiliki ciri-ciri tersendiri. Begitu juga dengan kegiatan perdagangan internasional yang bersamaan dengan kolonialisme dan imperialisme, bahkan perdagangan budak. Dari fenomena ini terlihat komodifikasi terhadap tanah dan tenaga kerja.
Kapitalisme juga bekerja dengan membentuk pertanian sebagai suatu sektor tersendiri. Dalam kapitalisme, pertanian menjadi semakin sering diartikan sebagai suatu sektor yang berdiri sendiri dengan melihat posisinya dalam pembagian kerja secara sosial, juga sebagai sebuah objek kebijakan publik. Terjadi peralihan dari usaha tani (farming) ke budidaya pertanian (agriculture) atau sektor pertanian. Membentuk suatu rezim pangan internasional yang bertumpu pada pembagian kerja secara internasional. Mengutip Ann Stoler (1985), terjadi "perubahan seantero dunia ke arah agribisnis" pada akhir abad 19.
Sektor pertanian dalam perkembangannya berhadapan dengan modernisasi, globalisasi yang semakin intensif, serta neoliberalisme. Kapitalisme mengalami krisis pada 1970-an dan neoliberalisme menjadi penyelesaian krisis tersebut. Program neoliberal ditujukan untuk meningkatkan kebebasan dan mobilitas bagi kapital. Negara menjadi lemah di hadapan kapitalis.
Neoliberalisme juga membuat petani semakin terseret ke dalam arus kapitalisme keuangan. Posisi petani menjadi suatu produsen skala kecil dan semakin tertekan di dalam sistem ekonomi ini. Petani sebagai suatu kelas berusaha bertahan menghadapinya. Seperti yang dikatakan Araghi (2009), "Kelas-kelas sosial tidak sekadar berakhir dan mati; kelas sosial tetap hidup dan bertransformasi melalui pertarungan sosial."
Petani mengalami diferensiasi kelas dalam upayanya menghadapi kapitalisme. Terlebih datangnya kapitalisme membuat mereka tidak bisa lagi bertahan dengan pola subsisten mereka. Pola di mana mereka mencukupi kebutuhan mereka sendiri menjadi tidak relevan di tengah kapitalisme. Dalam memenuhi kebutuhan, mereka tetap mengandalkan upah. Petani yang kalah menjadi pekerja, terutama pekerja informal. Mereka mengalami proletarianisasi. Kondisi mereka tidak menjadi lebih baik dengan hanya menjadi tenaga kerja lepas (footloose labour). Mereka menghuni sebuah dunia dengan "kapitalisme mikro yang tidak kenal ampun."
Upaya yang dilakukan petani untuk menghadapi kapitalisme tidak hanya menyesuaikan diri, tetapi juga melawan. Keikutsertaan mereka pada demonstrasi menunjukkan bahwa mereka sudah sedemikian tertekan. Mereka bukannya tidak memiliki urusan dengan kebijakan negara yang membantu perampasan atas tanah. Suatu kondisi yang kelak memaksa mereka menuju kondisi yang lebih buruk.

Perampasan tanah sekarang ini menjadi isu yang sedemikian nyata walau ditutup-tutupi. Kajian agraria dengan analisis kelas oleh Bernstein ini menunjukkan situasi yang menuntut keberpihakan. Masalah pertanian sudah melampaui kegiatan usaha tani itu sendiri. Sekarang masalah agraria dan pertanian adalah masalah kita semua.

(mmu/mmu)

Let's block ads! (Why?)



"kalah" - Google Berita
January 11, 2020 at 10:06AM
https://ift.tt/2NfCOgu

Yang Kalah dalam Pertarungan Agraria - detikNews
"kalah" - Google Berita
https://ift.tt/2HDpIXQ

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Yang Kalah dalam Pertarungan Agraria - detikNews"

Post a Comment

Powered by Blogger.