SERING kita mendengar kalimat "Kamu tidak berperasaan." atau "Kamu tidak punya logika".
Menjadi dilema ketika kita harus memilih untuk menggunakan logika atau perasaan, kondisi ini tidak bisa kita hindari. Kalaupun belum menghadapinya, suatu hari dipastikan anda akan merasakan situasi demikian dan kebingungan akan menghampiri anda.
Ketika kita melihat seseorang sering tersenyum, kita tidak bisa menilai bahwasanya hidupnya selalu bahagia. Bisa jadi dia sedang menutupi kekacauan dalam pikirannya.
Ada orang yang menangis ketika menonton film drama, ada yang netral dan tidak merasakan perasaan sedih pula. Apakah mereka tidak berperasaan jika tidak menangis?
Bagaimana harus bersikap yang benar?
1. Mari kita ambil contoh di lingkungan profesional (misalkan perusahaan keluarga). Ketika anggota keluarga kita melakukan penyelewengan di kantor, kita tidak boleh menggunakan perasaan untuk membuat keputusan. Jika memang salah (tidak benar), maka harus mengambil tindakan tegas dan bijak yaitu segera lakukan pemecatan. Jika hal ini dibiarkan dapat membuat karyawan lainnya mengikuti jejak yang salah. Bagi anggota keluarga yang dipecat tersebut pastinya akan merasa kita tidak berperasaan. Sebenarnya dia harus berpikir bahwasanya kita memberi dia pelajaran kehidupan yang berarti sehingga tidak diulangi kesalahan yang sama di tempat lain.
2. Contoh berbeda yaitu di lingkungan keluarga. Tidak ada keluarga yang tidak memiliki konflik, yang berbeda adalah seberapa besar konflik yang terjadi. Dalam lingkungan rumah tangga terutama istri cenderung menggunakan perasaan, dan perasaan ini bisa mengalahkan logika. Untuk menjaga hubungan yang harmonis, suami harus mengorbankan logika dan utamakan perasaan. Jika tidak, akan terjadi fenomena besar yaitu piring yang beterbangan di dalam rumah alias bertengkar.
3. Ketika dokter mengobati seorang pasien yang terkena kanker stadium 4, dokter harus mampu menjelaskan kondisi pasiennya sebaik mungkin, bahkan terkadang anggota keluarga meminta tolong kepada dokter untuk tidak mengatakan kondisi sebenarnya di depan pasien. Sebenarnya tidak semua kebohongan itu jelek, ada kebohongan yang bermanfaat karena seorang pasien bisa sembuh dari penyakitnya dengan memiliki semangat sembuh yang luar biasa.
Jadi apakah logika harus menang? Atau perasaan yang harus menang?
Tidak boleh ada pemenang dalam hal ini, karena hidup itu penuh variasi seperti Bhinneka Tunggal Ika.
Semangat logika.
Semangat perasaan.
Semangat Indonesia.
Trust - Do - Feel - Learn
By: Darwin, S.Kom., M.Kom., CPS®, CRSP, CH
"kalah" - Google Berita
November 25, 2019 at 10:59AM
https://ift.tt/34iReTR
Logika Vs Perasaan, Tiada yang Menang dan Kalah - Tribun Medan
"kalah" - Google Berita
https://ift.tt/2HDpIXQ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Logika Vs Perasaan, Tiada yang Menang dan Kalah - Tribun Medan"
Post a Comment